International Class in my view

Kelas internasional bukan lagi hal aneh di Indonesia. Beberapa sekolah di Indonesia yang dianggap memiliki kualitas yang baik memiliki kelas internasional di dalamnya. Contohnya saja SMAN 1 Banjarbaru. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang memiliki kelas internasional di dalamnya. Untuk mengikuti kelas ini, para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam mengikuti pelajaran-pelajaran MIPA dalam bahasa inggris. Dari hal ini jelas, bahwa kelas internasional memang berstandar internasional.

Namun satu hal dari kesimpangsiuran keberadaan kelas internasional ini. Suatu kenyataan yang tak bisa dihindari adalah kenyataan bahwa kelas internasional hanya mengajarkan pelajaran MIPA. Jelas, para siswa lain yang tidak memiliki kemampuan untuk mencerna pelajaran MIPA tidak dapat memasuki kelas ini sebab dianggap tidak mampu.

Bagaimana pengaturan pemerintah tentang hal ini?

Saya selama ini tidak pernah mendengar ada sekolah yang memiliki kelas internasional yang mengajarkan pelajaran sosial didalamnya. Padahal menurut apa yang terjadi di dunia zaman sekarang ini, agaknya kemampuan para sosialis (cara saya menyebut orang-orang yang berkecimpung dalam ilmu sosial) lebih dibutuhkan dalam dunia internasional.

Bukannya saya ingin mengatakan bahwa ilmu pasti tidak begitu penting. Tapi menurut saya, ilmu sosial memerlukan sesuatu yang juga berstandar internasional. Hubungan internasional jelas lebih banyak dan lebih membutuhkan saling mengerti, dalam hal ini caranya adalah dengan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa internasional. Apa yang terjadi jika para sosialis antar negara ini berselisih karena kesalahpahaman dalam menerjemahkan pemahaman satu sama lain?

Sedang kalau kita lihat apa yang terjadi sejak dulu, pengetahuanlah yang mengantarkan bahasa, bukan bahasa yang mengantarkan pengetahuan. Penemu-penemu muslim menggunakan bahasa arab dalam melakukan penelitiannya. Saat terjadi perang salib, kemudian penemu-penemu eropa mau tidak mau harus belajar bahasa arab untuk mengerti apa yang dimaksud oleh para penemu itu. Namun hal seperti itu tidak perlu terjadi lagi, sebab ilmu pengetahuan pasti telah mempunyai bahasa universal untuk melukiskan apa yang mereka maksud dan tidak perlu dipelajari secara khusus dengan menggunakan bahasa inggris sebab penkonversiannya ke bahasa lain juga sudah jelas bahwa memang ’itu’ yang dimaksud. Apa lagi sekarang bahasa indonesia memiliki kata serapaan sehingga mungkin untuk tidak mengubah kata-kata penting dalam ilmu pasti.

Tapi bagaimana dengan ilmu sosial yang penuh dengan ketidakpastian dan banyak perkiraan-perkiraaan yang tidak dapat dilukiskan dalam satu kata? Bagaimana dengan cara pemikiran satu orang-dan satu orang lain yang berbeda. Jika mereka tidak dibekali dengan kemampuan linguistik yang baik, maka kemungkinan terjadi kesalahpahaman akan sangat besar. Dan ini jelas akan mengganggu sebab ilmu sosial itu sulit. Bagaimana jika si A tidak tahu bagaimana cara mengucapkan satu kalimat dalam bahasa inggris, kemudian menggantinya dengan kata lain yang ’tidak nyambung’?

Seharusnya pemerintah juga mulai mempertimbangkan untuk membuat kelas-kelas internasional yang mengajarkan ilmu-ilmu sosial yang jumlahnyapun tidak boleh kalah dengan kelas-kelas internasional yang mengajarakan pelajarana MIPA.

Saya sendiri yang menulis opini ini bukanlah seorang siswa dari kelas sosial. Saya ini anak IPA yang mencoba membuka pikiran-pikiran orang untuk juga mempertimbangkan bahwa pelajaran sosial itu merupakan pelajaran-pelajaran yang sangat penting dan tidak kalah sulitnya dengan pelajaraan eksak. Sebab saya sendiri sedang mencoba mempelajari pelajaran ekonomi yang ternyata susah....

Jujur ya... awalnya saya nggak tahu apa bedanya retribusi dan pajak (-_-)*.

By the way, saya bukan siswa SMAN 1 Banjarbaru.

0 Comments:

Post a Comment



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda